PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Sistem adalah kumpulan-kumpulan dari komponen-komponen
yang memiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya (Indrajit, 2001).
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan
kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut
(demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan
sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam
definisi yang lebih luas lagi, sistem kesehatan
mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO; 1996).
Sistem kesehatan di Indonesia telah mulai dikembangkan
sejak tahun 1982 yaitu ketika Departemen Kesehatan RI menyusun dokumen system
kesehatan di Indonesia yang disebut Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Penyusunan dokumen tersebut didasarkan pada tujuan
nasional bangsa Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibentuklah program pembangunan
nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pembangunan kesehatan adalah
bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan
upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun
pemerintah.
Dewasa ini, pembangunan kesehatan yang telah
dilaksanakan masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat
diatasi. Sehingga diperlukan pemantapan dan percepatan melalui SKN sebagai
pengelolaan kesehatan yang disertai berbagai terobosan penting, antara lain
program pengembangan Desa Siaga, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas),
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Program Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K) yang dapat diwujudkan melalui Jampersal.
Terjadinya
perubahan lingkungan strategis seperti adanya regulasi penyelenggaraan
kepemerintahan dan di tingkat global telah terjadi perubahan iklim serta dan
upaya percepatan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), sehingga diperlukan
penyempurnaan dalam pengelolaan kesehatan.
1.2 Tujuan
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui
konsep-konsep dalam Sistem Kesehatan Nasional. Sedangkan tujuan khususnya
meliputi:
1.
Untuk
mengetahui pengertian Sistem Kesehatan Nasional
2.
Untuk
mengetahui tujuan Sistem Kesehatan Nasional
3.
Untuk
mengetahui manfaat Sistem Kesehatan Nasional
4.
Untuk
mengetahui sub-bahasan dalam Sistem Kesehatan Nassional
5.
Untuk
mengetahui dasar hukum Sistem Kesehatan Nassional
6.
Untuk
mengetahui objek kajian dalam Sistem Kesehatan Nasional
1.3 Manfaat
Berdasarkan latar belakang
di atas maka keluaran yang diharapkan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.
Dapat
mengetahui pengertian Sistem Kesehatan Nasional
2.
Dapat
mengetahui tujuan Sistem Kesehatan Nasional
3.
Dapat
mengetahui manfaat Sistem Kesehatan Nasional
4.
Dapat
mengetahui sub-bahasan dalam Sistem Kesehatan Nassional
5.
Dapat
mengetahui dasar hukum Sistem Kesehatan Nassional
6.
Dapat
mengetahui objek kajian dalam Sistem Kesehatan Nasional
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sistem Kesehatan Nasional
Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan, diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang tangguh.
Sistem Kesehatan
Nasional adalah Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen
bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Perpres 72/2012 Pasal 1
angka 2).
Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan
kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap
langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka
mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar
1945 ( Depkes RI, 2004)
Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara
mencapai tujuan pembangunan kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan,
penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya
manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen,
informasi dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan kesehatan
adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
SKN perlu
dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan
determinan sosial, antara lain kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat
pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya,
kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi
masalah-masalah tersebut.
SKN disusun dengan
memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar (primary health
care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata, pemberian
pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada kepentingan dan harapan
rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi
kesehatan masyarakat, kepemimpinan, serta profesionalisme dalam pembangunan
kesehatan.
2.2 Tujuan Sistem Kesehatan Nasional
Tujuan SKN adalah
terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan
usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna,
sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. (
Perpres 72, 2012)
2.3 Manfaat Sistem Kesehatan Nasional
Penyusunan SKN ini
dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN 2009 dengan berbagai perubahan dan tantangan
eksternal dan internal, agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam
pengelolaan kesehatan baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta.
Tersusunnya SKN ini
mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka pemenuhan hak asasi
manusia, memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai dengan visi
dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025
(RPJP-K), memantapkan kemitraan dan kepemimpinan yang transformatif,
melaksanakan pemerataan upaya kesehatan yang terjangkau dan bermutu, meningkatkan
investasi kesehatan untuk keberhasilan pembangunan nasional.
SKN ini merupakan
dokumen kebijakan pengelolaan kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan ( Perpres 72, 2012)
2.4 Sub-bahasan dalam Sistem Kesehatan Nasional
2.4.1 Kedudukan Sistem Kesehatan
Nasional
1. Suprasistem SKN
Suprasistem SKN adalah Ketahanan Nasional.
SKN bersama dengan berbagai sistem nasional lainnya, diarahkan untuk mencapai
Tujuan Bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu
melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, abadi
dan keadilan sosial. Dalam kaitan ini, undang-undang yang berkaitan dengan
kesehatan merupakan kebijakan strategis dalam pembangunan kesehatan.
2. Kedudukan SKN dalam Sistem Nasional Lainnya
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh
berbagai faktor, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan,
melainkan juga tanggung jawab dari berbagai sektor lain terkait. Dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, SKN perlu menjadi acuan bagi sektor
lain. Dalam penyelenggaraan pembangu-nan nasional, SKN dapat bersinergi secara
dinamis dengan berbagai sistem nasional lainnya seperti: Sistem Pendidikan
Nasional, Sistem Perekonomian Nasional, Sistem Ketahanan Pangan Nasional,
Sistem Hankamnas, dan Sistem-sistem nasional lainnya.
3.Kedudukan
SKN terhadap Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan di Daerah yaitu sebagai
acuan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.
4.
Kedudukan SKN terhadap berbagai sistem kemasyarakatan termasuk swasta
Berbagai sistem kemasyarakatan merupakan
bagian integral dari SKN. Dalam kaitan ini SKN dipergunakan sebagai acuan bagi
masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan. Sedangkan potensi swasta merupakan
bagian integral dari SKN. Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan perlu
digalang kemitraan yang setara, terbuka, dan saling menguntungkan dengan
berbagai potensi swasta. SKN dapat mewarnai potensi swasta, sehingga sejalan
dengan tujuan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan. Dengan mengacu
terutama pada kedudukan SKN diatas dan pencapaian tujuan nasional.
2.4.2 Perkembangan dan
Tantangan Sistem Kesehatan Nasional.
2.4.2.1
Perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan Nasional
Pembangunan kesehatan
yang dilaksanakan secara berkesinambungan telah berhasil meningkatkan status
kesehatan masyarakat. Kinerja sistem kesehatan telah menunjukkan peningkatan,
antara lain ditunjukkan dengan peningkatan status kesehatan, yaitu: penurunan
Angka Kematian Bayi (AKB) dari 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997
menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007). Angka Kematian
Ibu (AKI) juga mengalami penurunan dari 318 per 100.000 kelahiran hidup pada
tahun 1997 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI,
2007). Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi, Umur Harapan Hidup (UHH)
meningkat dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007.
Demikian pula telah terjadi penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita
dari 29,5% pada akhir tahun 1997 menjadi sebesar 18,4% pada tahun 2007
(Riskesdas, 2007). Namun penurunan indikator kesehatan masyarakat tersebut
masih belum seperti yang diharapkan. Upaya percepatan pencapaian indikator
kesehatan dalam lingkungan strategis baru, harus terus diupayakan dengan
perbaikan Sistem Kesehatan Nasional.
1. Upaya Kesehatan
Akses pada pelayanan
kesehatan secara nasional mengalami peningkatan, dalam kaitan ini akses rumah
tangga yang dapat menjangkau sarana kesehatan ≤ 30 menit sebesar 90,7% dan
akses rumah tangga 6 yang berada ≤ 5 km dari sarana kesehatan sebesar 94,1%
(Riskesdas, 2007). Peningkatan jumlah Puskesmas ditandai dengan peningkatan
rasio Puskesmas dari 3,46 per 100.000 penduduk pada tahun 2003 menjadi 3,65 per
100.000 pada tahun 2007 (Profil Kesehatan, 2007). Namun pada daerah terpencil,
tertinggal, perbatasan, serta pulau-pulau kecil terdepan dan terluar masih
rendah. Jarak fasilitas pelayanan yang jauh disertai distribusi tenaga
kese-hatan yang tidak merata dan pelayanan kesehatan yang mahal menyebabkan
rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
2. Pembiayaan
Kesehatan
Pembiayaan kesehatan
sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Persentase pengeluaran nasional
sektor kesehatan pada tahun 2005 adalah sebesar 0,81% dari Produk Domestik
Bruto (PDB) meningkat pada tahun 2007 menjadi 1,09 % dari PDB, meskipun belum
mencapai 5% dari PDB seperti dianjurkan WHO. Demikian pula dengan anggaran
kesehatan, pada tahun 2004 jumlah APBN kesehatan adalah sebesar Rp 5,54 Triliun
meningkat menjadi sebesar 18,75 Triliun pada tahun 2007, namun persentase
terhadap seluruh APBN belum meningkat dan masih berkisar 2,6–2,8%.
Proporsi pembiayaan
kesehatan yang bersumber dari pemerintah belum mengutamakan upaya pencegahan
dan promosi kesehatan. Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan sekitar 46,5%
dari keseluruhan penduduk pada tahun 2008 yang sebagian besar berasal dari
bantuan sosial untuk program jaminan kesehatan masyarakat miskin sebesar 76,4
juta jiwa atau 34,2%.
3. Sumber Daya
Manusia Kesehatan
Upaya pemenuhan
kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan belum memadai, baik jumlah,
jenis, maupun kualitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Selain itu, distribusi
tenaga kesehatan masih belum merata. Jumlah dokter Indonesia masih termasuk
rendah, yaitu 19 per 100.000 penduduk bila dibandingkan dengan negara lain di
ASEAN, seperti Filipina 58 per 100.000 penduduk dan Malaysia 70 per 100.000
pada tahun 2007.
Masalah strategis SDM
Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah: a) Pengembangan
dan pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan SDM untuk
pembangunan kesehatan; b) Perencanaan kebijakan dan program SDM Kesehatan masih
lemah dan belum didukung sistem informasi SDM Kesehatan yang memadai; c) Masih
kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis SDM Kesehatan.
Kualitas hasil pendidikan SDM Kesehatan dan pelatihan kesehatan pada umumnya
masih belum memadai; d) Dalam pendayagunaan SDM Kesehatan, pemerataan SDM
Kesehatan berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, sistem penghargaan,
dan sanksi belum sebagaimana mestinya. Regulasi untuk mendukung SDM Kesehatan
masih terbatas; serta e) Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan serta dukungan
sumber daya SDM Kesehatan masih kurang.
4. Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Makanan
Pasar sediaan farmasi
masih didominasi oleh produksi domestik, sementara itu bahan baku impor
mencapai 85% dari kebutuhan. Di Indonesia terdapat 9.600 jenis tanaman
berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah
digunakan sebagai bahan baku.
Upaya perlindungan
masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan
telah dilakukan secara komprehensif. Sementara itu pemerintah telah berusaha
untuk menurunkan harga obat, namun masih banyak kendala yang dihadapi.
Penggunaan obat
rasional belum dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, masih
banyak pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan formularium.
Daftar Obat Esensial
Nasional (DOEN) digunakan sebagai dasar penyediaan obat di pelayanan kesehatan
publik. Daftar Obat Esensial Nasional tersebut telah disusun sejak tahun 1980
dan direvisi secara berkala sampai tahun 2008.
Lebih dari 90% obat
yang diresepkan di Puskesmas merupakan obat esensial generik. Namun tidak
diikuti oleh sarana pelayanan kesehatan lainnya, seperti: di rumah sakit
pemerintah kurang dari 76%, rumah sakit swasta 49%, dan apotek kurang dari 47%.
Hal ini menunjukkan bahwa konsep obat esensial generik belum sepenuhnya
diterapkan.
5. Manajemen dan
Informasi Kesehatan
Perencanaan
pembangunan kesehatan antara Pusat dan Daerah belum sinkron. Begitu pula dengan
perencanaan jangka panjang/menengah masih belum menjadi acuan dalam menyusun
perencanaan jangka pendek. Demikian juga dengan banyak kebijakan yang belum
disusun berbasis bukti dan belum bersinergi baik perencanaan di tingkat Pusat
dan atau di tingkat Daerah.
Hukum kesehatan belum
tertata secara sistematis dan belum mendukung pembangunan kesehatan secara
utuh. Regulasi bidang kesehatan pada saat ini belum cukup, baik jumlah, jenis,
maupun efektifitasnya.
Pemerintah belum
sepenuhnya dapat menyeleng-garakan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien,
dan bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good
governance).
6. Pemberdayaan
Masyarakat
Rumah tangga yang
telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat meningkat dari 27% pada tahun
2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007, namun masih jauh dari sasaran yang harus
dicapai pada tahun 2009, yakni dengan target 60%.
Jumlah UKBM, seperti
Posyandu dan Poskesdes semakin meningkat, tetapi pemanfaatan dan kualitasnya
masih rendah. Hingga tahun 2008 sudah terbentuk 47.111 Desa Siaga dimana
terdapat 47.111 buah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Upaya Kesehatan Berbasis
Masyarakat lainnya yang terus berkembang pada tahun 2008 adalah Posyandu yang
telah berjumlah 269.202 buah dan 967 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Di
samping itu, Pemerintah telah memberikan pula bantuan stimulan untuk
pengembangan 229 Musholla Sehat. Sampai dewasa ini dirasakan bahwa masyarakat
masih lebih banyak sebagai objek dari pada sebagai subjek pembangunan
kesehatan.
Hasil Riskesdas tahun
2007 menunjukkan bahwa alasan utama rumah tangga tidak memanfaatkan
Posyandu/Poskesdes walaupun sebenarnya memerlukan adalah karena: pelayanannya
tidak lengkap (49,6%), lokasinya jauh (26%), dan tidak ada Posyandu/Poskesdes
(24%).
2.4.2.2
Perubahan Lingkungan Strategis
Perkembangan global, regional, dan
nasional yang dinamis akan mempengaruhi pembangunan suatu negara, termasuk
pembangunan kesehatannya. Hal ini merupakan faktor eksternal utama yang
mempengaruhi proses pembangunan kesehatan.
Faktor lingkungan
strategis dapat dibedakan atas tatanan global, regional, nasional, dan lokal,
serta dapat dijadikan peluang atau kendala bagi sistem kesehatan di Indonesia.
1. Tingkat Global dan
Regional
Globalisasi merupakan
suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup ekonomi, politik,
sosial, budaya, teknologi, dan lingkungan.
Proses ini dipicu dan
dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi, dan transportasi yang
mempunyai konsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era
globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan pembangunan kesehatan,
yang sampai saat ini belum sepenuhnya dilakukan persiapan dan langkah-langkah
yang menjadikan peluang dan mengurangi dampak yang merugikan, sehingga
mengharuskan adanya suatu sistem kesehatan yang responsif.
Komitmen
Internasional, seperti: MDGs, adaptasi perubahan iklim (climate change), ASEAN
Charter, jejaring riset Asia Pasifik, serta komitmen Nasional, seperti
revitalisasi pelayanan kesehatan dasar dan pengarus-utamaan gender, perlu
menjadi perhatian dalam pembangunan kesehatan.
2. Tingkat Nasional
dan Lokal
Pada tingkat nasional
terjadi proses politik, seperti desentralisasi, demokratisasi, dan politik
kesehatan yang berdampak pada pembangunan kesehatan, sebagai contoh: banyaknya
peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang menggunakan isu kesehatan
sebagai janji politik.
Proses desentralisasi
yang semula diharapkan mampu memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan, namun dalam kenyataannya belum sepenuhnya berjalan dan
bahkan memunculkan euforia di daerah yang mengakibatkan pembangunan kesehatan
terkendala.
Secara geografis,
sebagian besar wilayah Indonesia rawan bencana, di sisi lain situasi sosial
politik yang berkembang sering menimbulkan konflik sosial yang pada akhirnya
memunculkan berbagai masalah kesehatan, termasuk akibat pembangunan yang tidak
berwawasan kesehatan yang memerlukan upaya pemecahan melalui berbagai terobosan
dan pendekatan.
Perangkat regulasi
dan hukum yang terkait dengan kesehatan masih belum memadai, sementara itu
kesadaran hukum masyarakat masih rendah, dan masih lemahnya penegakan hukum
menyebabkan berbagai hambatan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Oleh karena itu perlu
dilakukan berbagai terobosan/ pendekatan terutama pemberdayaan masyarakat dalam
pembangunan kesehatan yang memberikan penguatan kapasitas dan surveilans
berbasis masyarakat, diantaranya melalui pengembangan Desa Siaga.
Di bidang lingkungan,
mekanisme mitigasi serta adaptasi dan pengenalan resiko akan perubahan iklim
menuntut kegiatan kerjasama antara pihak lingkungan dengan pihak kesehatan dan
seluruh sektor terkait.
2.4.3 Asas Sistem Kesehatan
Nasional
Sebagaimana dinyatakan dalam Bab I bahwa
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan
pembangunan kesehatan. Dengan demikian untuk menjamin efektifitas SKN, maka
setiap pelaku pembangunan kesehatan harus taat pada asas yang menjadi landasan
bagi setiap program dan kegiatan pembangunan kesehatan.
2.4.3.1 Dasar Pembangunan
Kesehatan
Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan
Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025, pembangunan kesehatan diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Dalam Undang-undang
tersebut, dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
mendasarkan pada:
1.
Perikemanusian
Pembangunan kesehatan
harus berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan yang dijiwai, digerakan dan
dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga
kesehatan perlu berbudi luhur, memegang teguh etika profesi, dan selalu
menerapkan prinsip perikemanusiaan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
2. Pemberdayaan dan
Kemandirian
Setiap orang dan
masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban, dan
bertanggung-jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Pembangunan kesehatan
harus mampu membangkitkan dan mendorong peran aktif masyarakat. Pembangunan
kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas kemampuan dan
kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan semangat solidaritas sosial serta
gotong-royong.
3. Adil dan Merata
Dalam pembangunan
kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang suku, golongan, agama, dan
status sosial ekonominya. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang, serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
4. Pengutamaan dan
Manfaat
Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan
perorangan atau golongan. Upaya kesehatan yang bermutu diselenggarakan dengan
memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih
mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pembangunan kesehatan
diselenggarakan berlandaskan pada dasar kemitraan atau sinergisme yang dinamis
dan tata penyelenggaraan yang baik, sehingga secara berhasil guna dan bertahap
dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, beserta lingkungannya.
Pembangunan kesehatan
diarahkan agar memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain:
ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut, dan masyarakat miskin.
Perlu diupayakan
pembangunan kesehatan secara terintegrasi antara Pusat dan Daerah dengan
mengedepankan nilai-nilai pembangunan kesehatan, yaitu: a) Berpihak pada
Rakyat, b) Bertindak Cepat dan Tepat, c) Kerjasama Tim, d) Integritas yang
Tinggi, dan e) Transparansi serta Akuntabilitas.
2.4.3.2
Dasar Sistem Kesehatan Nasional
Dalam penyelenggaraan, SKN perlu mengacu pada
dasar-dasar sebagai berikut:
1. Hak Asasi Manusia
(HAM)
Sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu untuk
meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat, maka setiap
penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Undang-undang
Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 antara lain menggariskan bahwa setiap rakyat
berhak atas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya tanpa membedakan suku, golongan, agama, jenis kelamin,
dan status sosial ekonomi. Setiap anak dan perempuan berhak atas perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
2. Sinergisme dan
Kemitraan yang Dinamis
Sistem Kesehatan
Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi
Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku,
antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN.
Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti
pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan
sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Pembangunan kesehatan
harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis
antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi
yang dimiliki masing-masing. Kemitraan tersebut diwujudkan dengan mengembangkan
jejaring yang berhasil guna dan berdaya guna, agar diperoleh sinergisme yang
lebih mantap dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.
3. Komitmen dan Tata
Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Agar SKN berfungsi
baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan kerjasama yang baik dari
para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
baik (good governance). Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara
demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional, profesional,
serta bertanggung-jawab dan bertanggung-gugat (akuntabel).
4. Dukungan Regulasi
Dalam
menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya berbagai
peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan SKN dan penerapannya (law
enforcement).
5. Antisipatif dan
Pro Aktif
Setiap pelaku pembangunan
kesehatan harus mampu melakukan antisipasi atas perubahan yang akan terjadi,
yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu atau pengalaman yang terjadi di
negara lain. Dengan mengacu pada antisipasi tersebut, pelaku pembangunan
kesehatan perlu lebih proaktif terhadap perubahan lingkungan strategis baik
yang bersifat internal maupun eksternal.
6. Responsif Gender
Dalam penyelenggaraan
SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan dan program serta dalam pelaksanaan
program kesehatan harus menerapkan kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan
gender dalam pembangunan kesehatan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan
perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar
mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta
kesamaan dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk
menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan.
7. Kearifan Lokal
Penyelenggaraan SKN
di daerah harus memperhatikan dan menggunakan potensi daerah yang secara
positif dapat meningkatkan hasil guna dan daya guna pembangunan kesehatan, yang
dapat diukur secara kuantitatif dari meningkatnya peran serta masyarakat dan
secara kualitatif dari meningkatnya kualitas hidup jasmani dan rohani. Dengan
demikian kebijakan pembangunan daerah di bidang kesehatan harus sejalan dengan
SKN, walaupun dalam prakteknya, dapat disesuaikan dengan potensi dan kondisi
serta kebutuhan masyarakat di daerah terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan
dasar bagi rakyat.
2.4.4 Landasan Sistem
Kesehatan Nasional
a.
Landasan
idiil yaitu Pancasila.
b.
Landasan
konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
·
Pasal
28A ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya”,
·
Pasal
28B ayat (2) ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”,
·
Pasal
28C ayat (1) ”Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan
kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya
dan demi kesejahteraan umat manusia”,
·
Pasal
28H ayat (1) ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat
tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan”,
·
Pasal
28H ayat (3) ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”,
·
Pasal
34 ayat (2) ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan
memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat
kemanusiaan”,
·
Pasal
34 ayat (3) ”Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
c.
Landasan
Operasional meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan
ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang berkaitan dengan
penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.
2.5 Dasar Hukum Sistem Kesehatan Nasional
Sistem Kesehatan Nasional terus menerus
mengalami perubahan sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat. Seperti
yang telah kami jelaskan pada latar belakang di atas bahwa SKN ditetapkan
pertama kali pada tahun 1982. Lalu pada tahun 2004 terdapat SKN 2004 sebagai
pengganti SKN 1982. SKN 2004 ini kemudian diganti dengan SKN 2009 hingga
akhirnya SKN 2009 ini dimutakhirkan menjadi SKN 2012. Penyusunan SKN tersebut
mengacu pada dasar-dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Dasar-dasar hukum tersebut antara lain:
1.
SKN
1982
Dasar
hukum SKN Tahun 1982 adalah KEPMENKES Nomor 99a/MENKES/SK/III/1982 tentang
Berlakunya SKN.
2.
SKN
2004
Dasar
hukum SKN Tahun 2004 adalah KEPMENKES Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 tentang
Sistem Kesehatan Nasional
3.
SKN
2009
Dasar
hukum SKN Tahun 2009 adalah KEPMENKES RI Nomor 374/MENKES/SK/V/2009, serta UU
36 tahun 2009 Pasal 167 (4) tentang Kesehatan
4.
SKN
2012
Dasar
hukum SKN Tahun 2012 adalah PERPRES Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
5.
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) 2005-2025
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun
2005-2025 merupakan arah pembangunan kesehatan yang berkesinambungan.
6.
Rencana
Pembangunan Jangka Panjang
Bidang Kesehatan ( RPJP-K)
2005-2025
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang
Kesehatan Tahun 2005-2025 dan SKN merupakan dokumen kebijakan pembangunan
kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
2.6 Objek Kajian Sistem Kesehatan Nasional
2.6.1 Subsistem
Pendekatan manajemen kesehatan dewasa ini dan
kecenderungannya dimasa depan adalah kombinasi dari pendekatan: 1) Sistem, 2)
Kontigensi, dan 3) Sinergi yang dinamis. Mengacu pada substansi perkembangan
penyelenggaraan pembangunan kesehatan dewasa ini serta pendekatan manajemen
kesehatan tersebut diatas maka subsistem SKN meliputi:
1. Subsistem Upaya
Kesehatan
Untuk dapat mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya
kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia. Upaya kesehatan
diselenggarakan dengan pendekatan pencegahan, peningkatan, pengobatan dan
pemulihan.
2. Subsistem
Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai
sumber yakni pemerintah, pemerintah daerah, swasta, organisasi masyarakat dan
masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pembiayaan kesehatan yang adekuat,
terintegrasi, stabil dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan dari
pembangunan kesehatan. Diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan
akses terhadap pelayanan yang berkualitas.
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat
merupakanpublic good yang menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan untuk
pelayanan kesehatan perorangan pembiayaannya bersifatprivate, kecuali
pembiayaan untuk orang miskin dan tidak mampu menjadi tanggung jawab
pemerintah. Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan melalui
jaminan kesehatan dengan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang pada waktunya
diharapkan akan tercapai universal coverage sesuai dengan Undang-undang Nomor
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
3. Subsistem Sumber
Daya Manusia Kesehatan
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan
sumberdaya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan
kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tuntutan
kebutuhan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, SKN juga memberikan fokus
penting pada pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan, guna menjamin
ketersediaan dan pendistribusian SDM Kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan
SDM Kesehatan meliputi: 1) perencanaan kebutuhan sumber daya manusia yang
diperlukan, 2) pengadaan yang meliputi pendidikan tenaga kesehatan dan
pelatihan SDM Kesehatan, 3) pendayagunaan SDM Kesehatan , dan 4) pembinaan
serta pengawasan SDM Kesehatan.
4. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan
dan Makanan Minuman
Subsistem kesehatan ini meliputi berbagai
kegiatan untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/ kemanfaatan dan mutu sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman yang beredar; ketersediaan,
pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat
yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui
pemanfaatan sumber daya dalam negeri.
5.
Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan
Subsistem ini meliputi: kebijakan kesehatan,
administrasi kesehatan, hukum kesehatan dan informasi kesehatan. Untuk
menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasilguna dan berdayaguna,
diperlukan manajemen kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah koordinasi,
integrasi, sinkronisasi serta penyerasian berbagai subsistem SKN.
Dalam kaitan ini peranan informasi kesehatan
sangat penting. Dari segi pengadaan data dan informasi dapat dikelompokkan
kegiatannya sebagai berikut: 1) Pengumpulan, validasi, analisa dan desiminasi
data dan informasi, 2) Manajemen sistem informasi, 3) Dukungan kegiatan dan
sumber daya untuk unit-unit yang memerlukan, dan 4) Pengembangan untuk
peningkatan mutu sistem informasi kesehatan.
6. Subsistem
Pemberdayaan Masyarakat
SKN akan berfungsi optimal apabila ditunjang
oleh pemberdayaan masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan semata-mata
sebagai sasaran pembangunan kesehatan, melainkan juga sebagai subjek atau
penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan. Oleh karenanya pemberdayaan
masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat termasuk swasta dapat mampu
dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Dalam pemberdayaan
masyarakat meliputi pula upaya peningkatan lingkungan sehat dari masyarakat
sendiri. Pemberdayaan masyarakat dan upaya kesehatan pada hakekatnya merupakan
fokus dari pembangunan kesehatan.
2.6.2 Penyelenggaraan Sistem Kesehatan
Nasional
Penyelenggaraan SKN
dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut:
1.
Penetapan SKN
Untuk memperoleh
kepastian hukum yang mengikat semua pihak, SKN perlu ditetapkan dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Sosialisasi dan Advokasi SKN
SKN perlu
disosialisasikan dan diadvokasikan ke seluruh pelaku pembangunan kesehatan dan
seluruh pemangku kepentingan kesehatan untuk memperoleh komitmen dan dukungan
dari semua pihak.
Sasaran sosialisasi
dan advokasi SKN adalah semua penentu kebijakan, baik di pusat maupun daerah,
baik di sektor publik maupun di sektor swasta.
3.
Fasilitasi Pengembangan Kebijakan Kesehatan di Daerah
Dalam pembangunan
kesehatan di Daerah perlu dikembangkan kebijakan kesehatan, seperti: Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), (RPJM-D), Rencana Strategis Satuan
Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), yang penyelenggaraannya disesuaikan
dengan kondisi, dinamika, dan masalah spesifik daerah dalam kerangka SKN.
Pemerintah Pusat memfasilitasi pengembangan kebijakan kesehatan di daerah,
memfasilitasi pengukuhannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan daerah,
serta memfasilitasi sosialisasi dan advokasi penyelenggaraan pembangunan
kesehatan di daerah sesuai kebutuhan.
2.6.3 Pelaku Penyelenggara
Sistem Kesehatan Nasional
Pelaku penyelenggaraan pembangunan kesehatan
adalah:
1. Individu, keluarga, dan masyarakat yang
meliputi tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, media massa, organisasi
profesi, akademisi, praktisi, serta masyarakat luas termasuk swasta, yang
berperan dalam advokasi, pengawasan sosial, dan penyelenggaraan berbagai
pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuan masing-masing.
2. Pemerintah, baik
Pemerintah maupun Pemerintah Daerah berperan sebagai penanggungjawab,
penggerak, pelaksana, dan pembina pembangunan kesehatan dalam lingkup wilayah
kerja dan kewenangan masing-masing. Untuk Pemerintah, peranan tersebut ditambah
dengan menetapkan kebijakan, standar, prosedur, dan kriteria yang digunakan
sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.
3. Badan Legislatif,
baik di pusat maupun di daerah, yang berperan melakukan persetujuan anggaran
dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan, melalui
penyusunan produk-produk hukum dan mekanisme kemitraan antara eksekutif dan
legislatif.
4. Badan Yudikatif, termasuk kepolisian,
kejaksaan dan kehakiman berperan menegakan pelaksanaan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang kesehatan.
5. Sektor swasta yang memiliki atau
mengembangkan industri kesehatan seperti industri farmasi, alat-alat kesehatan,
jamu, makanan sehat, asuransi kesehatan, dan industri pada umumnya. Industri
pada umumnya berperan besar dalam memungut iuran dari para pekerja dan menambah
iuran yang menjadi kewajibannya.
6. Lembaga pendidikan, baik pada tingkat
sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi, baik milik publik maupun swasta.
Sebagian besar masalah kesehatan berhubungan dengan perilaku dan pemahaman.
Pendidikan memegang kunci untuk menyadarkan masyarakat akan berbagai risiko
kesehatan dan peran masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
2.6.4
Perkembangan Sistem Kesehatan Nasional
Pertama kali disusun
pada tahun 1982 yangdisebut “Sistem Kesehatan Nasional 1982(disyahkan dengan
KEPMENKES No.99a/Men.Kes/SK/III/1982). SKN adalah suatu tatanan yang
mencerminkanupaya bangsa indonesia meningkatkan kemampuanmencapai derajat
kesehatan optimal (SKN 1982)
Sesuai dengan
tuntutan reformasidisempurnakan pada tahun 2004 disebut Sistem Kesehatan
Nasional 2004)(disyahkan dengan KEPMENKES RI No.131/Men.Kes/SK/II/2004). SKN
adalah suatu tatanan yang menghimpunberbagai upaya bangsa Indonesia secara
terpadudan saling mendukung guna menjamin tercapainyaderajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umumseperti
dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945(SKN, 2004)
Subsistem Upaya
(Pelayanan) Kesehatan tahun 2004 diartikan sebagai tatanan yg menghimpun
berbagaiupaya (pelayanan) kesehatan masyarakat(UKM) dan upaya (pelayanan)
kesehatanperorangan (UKP) secara terpadu dansaling mendukung guna
menjamintercapainya derajat kesehatan yg setinggi-tingginya (SKN, 2004)
Sistem
Kesehatan Nasional (SKN) 2009 sebagai
penyempurnaan dari SKN sebelumnya merupakan bentuk dan cara
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah bersama
seluruh elemen bangsa dalam rangka untuk meningkatkan tercapainya pembangunan
kesehatan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sistim
Kesehatan Nasional (SKN) 2009 yang disempurnakan ini diharapkan mampu menjawab
dan merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan di masa kini maupun di
masa yang akan datang. Adanya SKN yang disempurnakan tersebut menjadi sangat
penting kedudukannya mengingat penyelenggaraan pembangunan kesehatan pada saat
ini semakin kompleks sejalan dengan kompleksitas perkembangan demokrasi,
desentralisasi, dan globalisasi serta tantangan lainnya yang juga semakin berat,
cepat berubah dan, sering tidak menentu.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan
berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin
tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Tujuan
SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan
usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna,
sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tersusunnya
SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka pemenuhan hak
asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai dengan
visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun
2005-2025 (RPJP-K), memantapkan kemitraan dan kepemimpinan yang transformatif,
melaksanakan pemerataan upaya kesehatan yang terjangkau dan bermutu,
meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan pembangunan nasional.
3.2 Saran
· Perlu adanya peningkatan Koordinasi,
Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS) baik antar pelaku maupun
subsistem SKN agar tercapainya tujuan SKN itu sendiri.
· Kerjasama antara pemerintah,
masyarakat dan swasta perlu ditingkatkan agar derajat kesehatan masyarakat
semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem
Kesehatan Nasional. Jakarta
Indrajit, 2001, Analisis dan Perancangan Sistem Berorientasi
Object. Bandung, Informatika.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012
Rancangan Final Sistem Kesehatan Nasional
Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2009.