Senin, 16 Desember 2013

Teknologi Informasi di Bidang Public Health



A.  Pengertian Teknologi Informasi
a.       Menurut kamus oxford tahun 1995, Teknologi  informasi adalah studi atau peralatan elektronika komputer untuk menyimpan, menganalisa, dan mendistribusikan seluruh informasi. Misalnya gambar, suara, video dan data digital lainnya.
b.      Menurut Haag & keen tahun 1996, Teknologi informasi adalah seperangkat alat yang membantu manusia bekerja dengan informasi dan melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan pemrosesan informasi.

B. Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi
a.       Menurut Anatta Sannai, (2004:20) Teknologi Informasi dan Komunikasi adalah sebuah media atau alat bantu dalam memperoleh pengetahuan antara seseorang kepada orang lain.
b.      Menurut Puskur Diknas Indonesia (2003:2) Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mencakup dua aspek yaitu :
1.      Teknologi Informasi adalah meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi.
2.      Teknologi Komunikasi adalah segala hal yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke lainnya.
Secara lebih ringkas, Martin mengemukakan adanya keterkaitan erat antara teknologi informasi dan komunikasi, bahwa teknologi informasi lebih pada sistem pengelolaan informasi sedangkan teknologi komunikasi berfungsi untuk pengiriman informasi.

      C. Pengertian Sistem Informasi
Sistem Informasi merupakan Suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan:
1.      Kebutuhan pengolahan transaksi harian,
2.      Mendukung operasi,
3.      Bersifat manajerial dan kegiatan strategis dari suatu organisasi
4.      Menyediakan laporan yg diperlukan pihak luar tertentu
Sistem informasi berisi semua sumber dalam organisasi yang meliputi pengumpulan, pengelolaan, penggunaan dan penyebaran informasi.

       D. Tujuan Sistem Informasi
1.    Mengumpulkan, memproses dan mengubah informasi
2.    Mendukung kegiatan, manajemen dan pembuat keputusan

        E. SIK Sebagai Suatu Sistem
Suatu tatanan yang berurusan dengan pengumpulan , pengolahan, pengkajian dan penyampaian informasi yg dibutuhkan untuk melakukan tindakan pelayanan kesehatan.
Pelayanan Kesehatan :
1.      Pelayanan Masyarakat       : Pelayanan Program Kesehatan
2.      Pelayanan Individu           : Pelayanan Klinis

       F. SIK Sebagai Alat Organisasi
SIK sebagai alat yang berupa satu kesatuan / rangkaian kegiatan yang menyangkut seluruh tingkat administrasi yang mampu memberikan informasi kepada:
1.         Pengelola Program kesehatan ( Puskesmas, Dinas Kesehatan, Rumahsakit)
2.         Masyarakat

      G. Implementasi TI di Bidang Kesehatan Masyarakat
1.      Surveilans Epidemiologi:
Surveilans epidemiologi adalah pengumpulan dan pengamatan secara sistematik berkesinambungan, analisa dan interprestasi data kesehatan dalam proses menjelaskan dan memonitoring kesehatan dengan kata lain surveilans epidemiologi merupakan kegiatan pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek kejadian penyakit dan kematian akibat penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penanggulangan. (Noor,1997).
Keuntungan :
a.       Mempermudah pendataan sehingga penanganan pada pasien lebih cepat dan terarah
b.      Memudahkan pengolahan dan penyajian serta analisis data surveilans
c.       Data surveilans dapat disajikan secara spasial sehingga mudah dianalisis. Contohnya adalah pemanfaatan Sistem Informasi Geografis
d.      Memudahkan dalam penyebarluasan informasi hasil surveilans
Hambatan :
a.       Tidak semua SDM kesehatan menguasasi teknologi informasi sehingga membutuhkan biaya untuk pelatihan
b.      Anggaran dana untuk penerapan TI dalam sistem informasi cukup besar
c.       Dibutuhkan jaringan atau akses informasi yang kuat agar laporan atau pendataan surveilans dari daerah terpencil dapat diproses, dikirim atau disebar dengan baik
2.      Manajemen dan Perencanaan Program
Manajemen dan perencanaan yang diterapkan melalui implementasi TI seperti program kegiatan perencanaan tingkat puskesmas, pelaksanaan pengendalian rangkaian kegiatan mulai dari pengorganisasian , penyelenggaraan, pemantauan. Dengan bantuan TI manajemen serta perencanaan program yang dkehendaki dapat terlaksana secara terstruktur rapi dan runtut.
3.      Mengidentifikasi dan penyelesaian masalah Kesehatan
Dalam melakukan identifikasi masalah kesehatan ada kalanya memanfaatkan teknologi informasi, yaitu SPSS. SPSS merupakan perangkat lunak statistik komputer untuk mengolah data kesehatan dengan menerapakan prinsip dan metode statistic menjadi informasi yang dibutuhkan. Sehingga dapat terlihat kasus atau masalah kesehatan yang sedang dihadapi. Selain itu, juga ada aplikasi eHealth (electronic Health) dan mHealth ( mobile Health).  Sedangkan untuk mengatasi masalah dapat menggunakan WAN dan internet untuk mengatasi masalah komunikasi antar puskesmas juga menggunakan website untuk media dari puskesmas A ke puskesmas B.

      H. Manfaat Teknologi Informasi dalam Kesehatan Masyarakat
1.       Memudahkan setiap pasien untuk melakukan pengobatan di rumah sakit
2.      Memudahkan rumah sakit untuk mendaftar setiap pasien yang berobat di rumah sakit itu
3.      Mencegah kesalahan medis
4.      Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
5.      Semua kegiatan di rumah sakit terkontrol dengan baik / bekerja secara terstruktur
6.      Mengurangi Biaya pelayanan kesehatan
7.      Meningkatkan efisiensi administratif
8.      Memperluas akses pada pelayanan kesehatan yang terjangkau
9.      Mengurangi penggunaan kertas

      I. Contoh aplikasi Sistem Informasi
1.      Health Early Warning System (HEWS)
Diperlukan juga suatu upaya untuk meminimalkan resiko yang akan terjadi dengan menggunakan suatu peringatan dini terhadap tingkat kesehatan suatu perusahaan/masyarakat yang disebut dengan  health early warning system.

2.      SIM DBD (Sistem Informasi Manajemen Penyakit DBD)
Di Kota Semarang Sejak tahun 2007 telah dikembangkan Sistem Informasi Manajemen Penyakit DBD (SIM DBD) yang bersifat online. Dinas Kesehatan Kota Semarang telah mengembangkan Sistem Informasi Manajemen Demam Berdarah Dengue (SIM DBD)yang dirancang untuk memenuhi kewajiban Rumah Sakit dalam melaporkan kasus DBD secara tepat waktu dan mendukung pengambilan keputusan di tingkat DKK dan Puskesmaas. Namun masih dirasakan keterlambatan dalam pelaporan dari masyarakat dan pelayanan kesehatan, sehingga perlu dikembangakan dukungan lain, yaitu berupa sistem yang mampu menampung laporan kasus dari masyarakat dan institusi pelayanan kesehatan secara langsung.

3.      Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS).
Badan Litbangkes berkerja sama dengan Namru 2 telah mengembangkan suatu sistem surveilans dengan menggunakan teknologi informasi (computerize) yang disebut dengan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS). EWORS adalah suatu sistem jaringan informasi yang menggunakan internet yang bertujuan untuk menyampaikan berita adanya kejadian luar biasa pada suatu daerah di seluruh Indonesia ke pusat EWORS secara cepat (Badan Litbangkes, Depkes RI).
Melalui sistem ini peningkatan dan penyebaran kasus dapat diketahui dengan cepat, sehingga tindakan penanggulangan penyakit dapat dilakukan sedini mungkin. Dalam masalah DBD kali ini EWORS telah berperan dalam hal menginformasikan data kasus DBD dari segi jumlah, gejala/karakteristik penyakit, tempat/lokasi, dan waktu kejadian dari seluruh rumah sakit DATI II di Indonesia (Sidemen A., 2003)


Jumat, 13 Desember 2013

Sistem Kesehatan Nasional



BAB I
PENDAHULUAN

1. 1    Latar Belakang

Sistem adalah kumpulan-kumpulan dari komponen-komponen yang memiliki unsur keterkaitan antara satu dengan lainnya (Indrajit, 2001).
Sistem Kesehatan adalah suatu jaringan penyedia pelayanan kesehatan (supply side) dan orang-orang yang menggunakan pelayanan tersebut (demand side) di setiap wilayah, serta negara dan organisasi yang melahirkan sumber daya tersebut, dalam bentuk manusia maupun dalam bentuk material. Dalam definisi yang lebih  luas lagi, sistem kesehatan mencakup sektor-sektor lain seperti pertanian dan lainnya. (WHO; 1996).
Sistem kesehatan di Indonesia telah mulai dikembangkan sejak tahun 1982 yaitu ketika Departemen Kesehatan RI menyusun dokumen system kesehatan di Indonesia yang disebut Sistem Kesehatan Nasional (SKN).
Penyusunan dokumen tersebut didasarkan pada tujuan nasional bangsa Indonesia sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka dibentuklah program pembangunan nasional secara menyeluruh dan berkesinambungan. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah.
          Dewasa ini, pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan masih menghadapi berbagai masalah yang belum sepenuhnya dapat diatasi. Sehingga diperlukan pemantapan dan percepatan melalui SKN sebagai pengelolaan kesehatan yang disertai berbagai terobosan penting, antara lain program pengembangan Desa Siaga, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) yang dapat diwujudkan melalui Jampersal.
            Terjadinya perubahan lingkungan strategis seperti adanya regulasi penyelenggaraan kepemerintahan dan di tingkat global telah terjadi perubahan iklim serta dan upaya percepatan pencapaian Millenium Development Goals (MDGs), sehingga diperlukan penyempurnaan dalam pengelolaan kesehatan.
           
1.2       Tujuan

Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui konsep-konsep dalam Sistem Kesehatan Nasional. Sedangkan tujuan khususnya meliputi:
1.    Untuk mengetahui pengertian Sistem Kesehatan Nasional
2.    Untuk mengetahui tujuan Sistem Kesehatan Nasional
3.    Untuk mengetahui manfaat Sistem Kesehatan Nasional
4.    Untuk mengetahui sub-bahasan dalam Sistem Kesehatan Nassional
5.    Untuk mengetahui dasar hukum Sistem Kesehatan Nassional
6.    Untuk mengetahui objek kajian dalam Sistem Kesehatan Nasional

1.3    Manfaat 

Berdasarkan latar belakang di atas maka keluaran yang diharapkan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.    Dapat mengetahui pengertian Sistem Kesehatan Nasional
2.    Dapat mengetahui tujuan Sistem Kesehatan Nasional
3.    Dapat mengetahui manfaat Sistem Kesehatan Nasional
4.    Dapat mengetahui sub-bahasan dalam Sistem Kesehatan Nassional
5.    Dapat mengetahui dasar hukum Sistem Kesehatan Nassional
6.    Dapat mengetahui objek kajian dalam Sistem Kesehatan Nasional



BAB II
PEMBAHASAN

2.1    Pengertian Sistem Kesehatan Nasional

Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan, diperlukan dukungan Sistem Kesehatan Nasional yang tangguh.
Sistem Kesehatan Nasional adalah Pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Perpres 72/2012 Pasal 1 angka 2).
            Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 ( Depkes RI, 2004)
Pengelolaan kesehatan adalah proses atau cara mencapai tujuan pembangunan kesehatan melalui pengelolaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan, manajemen, informasi dan regulasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat.
Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis.
SKN perlu dilaksanakan dalam konteks pembangunan kesehatan secara keseluruhan dengan mempertimbangkan determinan sosial, antara lain kondisi kehidupan sehari-hari, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, distribusi kewenangan, keamanan, sumber daya, kesadaran masyarakat, serta kemampuan tenaga kesehatan dalam mengatasi masalah-masalah tersebut.
SKN disusun dengan memperhatikan pendekatan revitalisasi pelayanan kesehatan dasar (primary health care) yang meliputi cakupan pelayanan kesehatan yang adil dan merata, pemberian pelayanan kesehatan berkualitas yang berpihak kepada kepentingan dan harapan rakyat, kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan melindungi kesehatan masyarakat, kepemimpinan, serta profesionalisme dalam pembangunan kesehatan.


2.2    Tujuan Sistem Kesehatan Nasional

Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. ( Perpres 72, 2012)

2.3    Manfaat Sistem Kesehatan Nasional

Penyusunan SKN ini dimaksudkan untuk menyesuaikan SKN 2009 dengan berbagai perubahan dan tantangan eksternal dan internal, agar dapat dipergunakan sebagai pedoman dalam pengelolaan kesehatan baik oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta.
Tersusunnya SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai dengan visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 (RPJP-K), memantapkan kemitraan dan kepemimpinan yang transformatif, melaksanakan pemerataan upaya kesehatan yang terjangkau dan bermutu, meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan pembangunan nasional.
SKN ini merupakan dokumen kebijakan pengelolaan kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan ( Perpres 72, 2012)

2.4    Sub-bahasan dalam Sistem Kesehatan Nasional

          2.4.1 Kedudukan Sistem Kesehatan Nasional

                   1.    Suprasistem SKN
Suprasistem SKN adalah Ketahanan Nasional. SKN bersama dengan berbagai sistem nasional lainnya, diarahkan untuk mencapai Tujuan Bangsa Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian, abadi dan keadilan sosial. Dalam kaitan ini, undang-undang yang berkaitan dengan kesehatan merupakan kebijakan strategis dalam pembangunan kesehatan.
2.    Kedudukan SKN dalam Sistem Nasional Lainnya
Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan juga tanggung jawab dari berbagai sektor lain terkait. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, SKN perlu menjadi acuan bagi sektor lain. Dalam penyelenggaraan pembangu-nan nasional, SKN dapat bersinergi secara dinamis dengan berbagai sistem nasional lainnya seperti: Sistem Pendidikan Nasional, Sistem Perekonomian Nasional, Sistem Ketahanan Pangan Nasional, Sistem Hankamnas, dan Sistem-sistem nasional lainnya.
3.Kedudukan SKN terhadap Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan di Daerah yaitu sebagai acuan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.
4. Kedudukan SKN terhadap berbagai sistem kemasyarakatan termasuk swasta
Berbagai sistem kemasyarakatan merupakan bagian integral dari SKN. Dalam kaitan ini SKN dipergunakan sebagai acuan bagi masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan. Sedangkan potensi swasta merupakan bagian integral dari SKN. Untuk keberhasilan pembangunan kesehatan perlu digalang kemitraan yang setara, terbuka, dan saling menguntungkan dengan berbagai potensi swasta. SKN dapat mewarnai potensi swasta, sehingga sejalan dengan tujuan pembangunan nasional yang berwawasan kesehatan. Dengan mengacu terutama pada kedudukan SKN diatas dan pencapaian tujuan nasional.

                   2.4.2 Perkembangan dan Tantangan Sistem Kesehatan Nasional.

2.4.2.1 Perkembangan dan Masalah Sistem Kesehatan Nasional

Pembangunan kesehatan yang dilaksanakan secara berkesinambungan telah berhasil meningkatkan status kesehatan masyarakat. Kinerja sistem kesehatan telah menunjukkan peningkatan, antara lain ditunjukkan dengan peningkatan status kesehatan, yaitu: penurunan Angka Kematian Bayi (AKB) dari 46 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 34 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI 2007). Angka Kematian Ibu (AKI) juga mengalami penurunan dari 318 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1997 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 (SDKI, 2007). Sejalan dengan penurunan angka kematian bayi, Umur Harapan Hidup (UHH) meningkat dari 68,6 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 tahun pada tahun 2007. Demikian pula telah terjadi penurunan prevalensi kekurangan gizi pada balita dari 29,5% pada akhir tahun 1997 menjadi sebesar 18,4% pada tahun 2007 (Riskesdas, 2007). Namun penurunan indikator kesehatan masyarakat tersebut masih belum seperti yang diharapkan. Upaya percepatan pencapaian indikator kesehatan dalam lingkungan strategis baru, harus terus diupayakan dengan perbaikan Sistem Kesehatan Nasional.

1. Upaya Kesehatan
Akses pada pelayanan kesehatan secara nasional mengalami peningkatan, dalam kaitan ini akses rumah tangga yang dapat menjangkau sarana kesehatan ≤ 30 menit sebesar 90,7% dan akses rumah tangga 6 yang berada ≤ 5 km dari sarana kesehatan sebesar 94,1% (Riskesdas, 2007). Peningkatan jumlah Puskesmas ditandai dengan peningkatan rasio Puskesmas dari 3,46 per 100.000 penduduk pada tahun 2003 menjadi 3,65 per 100.000 pada tahun 2007 (Profil Kesehatan, 2007). Namun pada daerah terpencil, tertinggal, perbatasan, serta pulau-pulau kecil terdepan dan terluar masih rendah. Jarak fasilitas pelayanan yang jauh disertai distribusi tenaga kese-hatan yang tidak merata dan pelayanan kesehatan yang mahal menyebabkan rendahnya aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

2. Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan sudah semakin meningkat dari tahun ke tahun. Persentase pengeluaran nasional sektor kesehatan pada tahun 2005 adalah sebesar 0,81% dari Produk Domestik Bruto (PDB) meningkat pada tahun 2007 menjadi 1,09 % dari PDB, meskipun belum mencapai 5% dari PDB seperti dianjurkan WHO. Demikian pula dengan anggaran kesehatan, pada tahun 2004 jumlah APBN kesehatan adalah sebesar Rp 5,54 Triliun meningkat menjadi sebesar 18,75 Triliun pada tahun 2007, namun persentase terhadap seluruh APBN belum meningkat dan masih berkisar 2,6–2,8%.
Proporsi pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah belum mengutamakan upaya pencegahan dan promosi kesehatan. Cakupan jaminan pemeliharaan kesehatan sekitar 46,5% dari keseluruhan penduduk pada tahun 2008 yang sebagian besar berasal dari bantuan sosial untuk program jaminan kesehatan masyarakat miskin sebesar 76,4 juta jiwa atau 34,2%.

3. Sumber Daya Manusia Kesehatan
Upaya pemenuhan kebutuhan Sumber Daya Manusia (SDM) Kesehatan belum memadai, baik jumlah, jenis, maupun kualitas tenaga kesehatan yang dibutuhkan. Selain itu, distribusi tenaga kesehatan masih belum merata. Jumlah dokter Indonesia masih termasuk rendah, yaitu 19 per 100.000 penduduk bila dibandingkan dengan negara lain di ASEAN, seperti Filipina 58 per 100.000 penduduk dan Malaysia 70 per 100.000 pada tahun 2007.
Masalah strategis SDM Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah: a) Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan SDM untuk pembangunan kesehatan; b) Perencanaan kebijakan dan program SDM Kesehatan masih lemah dan belum didukung sistem informasi SDM Kesehatan yang memadai; c) Masih kurang serasinya antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis SDM Kesehatan. Kualitas hasil pendidikan SDM Kesehatan dan pelatihan kesehatan pada umumnya masih belum memadai; d) Dalam pendayagunaan SDM Kesehatan, pemerataan SDM Kesehatan berkualitas masih kurang. Pengembangan karier, sistem penghargaan, dan sanksi belum sebagaimana mestinya. Regulasi untuk mendukung SDM Kesehatan masih terbatas; serta e) Pembinaan dan pengawasan SDM Kesehatan serta dukungan sumber daya SDM Kesehatan masih kurang.

4. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Makanan
Pasar sediaan farmasi masih didominasi oleh produksi domestik, sementara itu bahan baku impor mencapai 85% dari kebutuhan. Di Indonesia terdapat 9.600 jenis tanaman berpotensi mempunyai efek pengobatan, dan baru 300 jenis tanaman yang telah digunakan sebagai bahan baku.
Upaya perlindungan masyarakat terhadap penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan telah dilakukan secara komprehensif. Sementara itu pemerintah telah berusaha untuk menurunkan harga obat, namun masih banyak kendala yang dihadapi.
Penggunaan obat rasional belum dilaksanakan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, masih banyak pengobatan yang dilakukan tidak sesuai dengan formularium.
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) digunakan sebagai dasar penyediaan obat di pelayanan kesehatan publik. Daftar Obat Esensial Nasional tersebut telah disusun sejak tahun 1980 dan direvisi secara berkala sampai tahun 2008.
Lebih dari 90% obat yang diresepkan di Puskesmas merupakan obat esensial generik. Namun tidak diikuti oleh sarana pelayanan kesehatan lainnya, seperti: di rumah sakit pemerintah kurang dari 76%, rumah sakit swasta 49%, dan apotek kurang dari 47%. Hal ini menunjukkan bahwa konsep obat esensial generik belum sepenuhnya diterapkan.

5. Manajemen dan Informasi Kesehatan
Perencanaan pembangunan kesehatan antara Pusat dan Daerah belum sinkron. Begitu pula dengan perencanaan jangka panjang/menengah masih belum menjadi acuan dalam menyusun perencanaan jangka pendek. Demikian juga dengan banyak kebijakan yang belum disusun berbasis bukti dan belum bersinergi baik perencanaan di tingkat Pusat dan atau di tingkat Daerah.
Hukum kesehatan belum tertata secara sistematis dan belum mendukung pembangunan kesehatan secara utuh. Regulasi bidang kesehatan pada saat ini belum cukup, baik jumlah, jenis, maupun efektifitasnya.
Pemerintah belum sepenuhnya dapat menyeleng-garakan pembangunan kesehatan yang efektif, efisien, dan bermutu sesuai dengan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good governance).

6. Pemberdayaan Masyarakat
Rumah tangga yang telah melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat meningkat dari 27% pada tahun 2005 menjadi 36,3% pada tahun 2007, namun masih jauh dari sasaran yang harus dicapai pada tahun 2009, yakni dengan target 60%.
Jumlah UKBM, seperti Posyandu dan Poskesdes semakin meningkat, tetapi pemanfaatan dan kualitasnya masih rendah. Hingga tahun 2008 sudah terbentuk 47.111 Desa Siaga dimana terdapat 47.111 buah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes). Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat lainnya yang terus berkembang pada tahun 2008 adalah Posyandu yang telah berjumlah 269.202 buah dan 967 Pos Kesehatan Pesantren (Poskestren). Di samping itu, Pemerintah telah memberikan pula bantuan stimulan untuk pengembangan 229 Musholla Sehat. Sampai dewasa ini dirasakan bahwa masyarakat masih lebih banyak sebagai objek dari pada sebagai subjek pembangunan kesehatan.
Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa alasan utama rumah tangga tidak memanfaatkan Posyandu/Poskesdes walaupun sebenarnya memerlukan adalah karena: pelayanannya tidak lengkap (49,6%), lokasinya jauh (26%), dan tidak ada Posyandu/Poskesdes (24%).

2.4.2.2 Perubahan Lingkungan Strategis

            Perkembangan global, regional, dan nasional yang dinamis akan mempengaruhi pembangunan suatu negara, termasuk pembangunan kesehatannya. Hal ini merupakan faktor eksternal utama yang mempengaruhi proses pembangunan kesehatan.
Faktor lingkungan strategis dapat dibedakan atas tatanan global, regional, nasional, dan lokal, serta dapat dijadikan peluang atau kendala bagi sistem kesehatan di Indonesia.

1. Tingkat Global dan Regional
Globalisasi merupakan suatu perubahan interaksi manusia secara luas, yang mencakup ekonomi, politik, sosial, budaya, teknologi, dan lingkungan.
Proses ini dipicu dan dipercepat dengan berkembangnya teknologi, informasi, dan transportasi yang mempunyai konsekuensi pada fungsi suatu negara dalam sistem pengelolaannya. Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan pembangunan kesehatan, yang sampai saat ini belum sepenuhnya dilakukan persiapan dan langkah-langkah yang menjadikan peluang dan mengurangi dampak yang merugikan, sehingga mengharuskan adanya suatu sistem kesehatan yang responsif.
Komitmen Internasional, seperti: MDGs, adaptasi perubahan iklim (climate change), ASEAN Charter, jejaring riset Asia Pasifik, serta komitmen Nasional, seperti revitalisasi pelayanan kesehatan dasar dan pengarus-utamaan gender, perlu menjadi perhatian dalam pembangunan kesehatan.

2. Tingkat Nasional dan Lokal
Pada tingkat nasional terjadi proses politik, seperti desentralisasi, demokratisasi, dan politik kesehatan yang berdampak pada pembangunan kesehatan, sebagai contoh: banyaknya peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang menggunakan isu kesehatan sebagai janji politik.
Proses desentralisasi yang semula diharapkan mampu memberdayakan daerah dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, namun dalam kenyataannya belum sepenuhnya berjalan dan bahkan memunculkan euforia di daerah yang mengakibatkan pembangunan kesehatan terkendala.
Secara geografis, sebagian besar wilayah Indonesia rawan bencana, di sisi lain situasi sosial politik yang berkembang sering menimbulkan konflik sosial yang pada akhirnya memunculkan berbagai masalah kesehatan, termasuk akibat pembangunan yang tidak berwawasan kesehatan yang memerlukan upaya pemecahan melalui berbagai terobosan dan pendekatan.
Perangkat regulasi dan hukum yang terkait dengan kesehatan masih belum memadai, sementara itu kesadaran hukum masyarakat masih rendah, dan masih lemahnya penegakan hukum menyebabkan berbagai hambatan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai terobosan/ pendekatan terutama pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan yang memberikan penguatan kapasitas dan surveilans berbasis masyarakat, diantaranya melalui pengembangan Desa Siaga.
Di bidang lingkungan, mekanisme mitigasi serta adaptasi dan pengenalan resiko akan perubahan iklim menuntut kegiatan kerjasama antara pihak lingkungan dengan pihak kesehatan dan seluruh sektor terkait.
                  
                   2.4.3 Asas Sistem Kesehatan Nasional

                                      Sebagaimana dinyatakan dalam Bab I bahwa Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan. Dengan demikian untuk menjamin efektifitas SKN, maka setiap pelaku pembangunan kesehatan harus taat pada asas yang menjadi landasan bagi setiap program dan kegiatan pembangunan kesehatan.

                                    2.4.3.1 Dasar Pembangunan Kesehatan

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Pembangunan Nasional (RPJP-N) Tahun 2005-2025, pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dapat terwujud.
Dalam Undang-undang tersebut, dinyatakan bahwa pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mendasarkan pada:
                                                            1. Perikemanusian
Pembangunan kesehatan harus berlandaskan pada prinsip perikemanusiaan yang dijiwai, digerakan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Tenaga kesehatan perlu berbudi luhur, memegang teguh etika profesi, dan selalu menerapkan prinsip perikemanusiaan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

2. Pemberdayaan dan Kemandirian
Setiap orang dan masyarakat bersama dengan pemerintah berperan, berkewajiban, dan bertanggung-jawab untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungannya. Pembangunan kesehatan harus mampu membangkitkan dan mendorong peran aktif masyarakat. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan berlandaskan pada kepercayaan atas kemampuan dan kekuatan sendiri serta kepribadian bangsa dan semangat solidaritas sosial serta gotong-royong.

3. Adil dan Merata
Dalam pembangunan kesehatan setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, tanpa memandang suku, golongan, agama, dan status sosial ekonominya. Setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan kembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

4. Pengutamaan dan Manfaat
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan perorangan atau golongan. Upaya kesehatan yang bermutu diselenggarakan dengan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta harus lebih mengutamakan pendekatan peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan berlandaskan pada dasar kemitraan atau sinergisme yang dinamis dan tata penyelenggaraan yang baik, sehingga secara berhasil guna dan bertahap dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat, beserta lingkungannya.
Pembangunan kesehatan diarahkan agar memberikan perhatian khusus pada penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, manusia usia lanjut, dan masyarakat miskin.
Perlu diupayakan pembangunan kesehatan secara terintegrasi antara Pusat dan Daerah dengan mengedepankan nilai-nilai pembangunan kesehatan, yaitu: a) Berpihak pada Rakyat, b) Bertindak Cepat dan Tepat, c) Kerjasama Tim, d) Integritas yang Tinggi, dan e) Transparansi serta Akuntabilitas.

                                      2.4.3.2 Dasar Sistem Kesehatan Nasional

                                      Dalam penyelenggaraan, SKN perlu mengacu pada dasar-dasar sebagai berikut:
1. Hak Asasi Manusia (HAM)
Sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945, yaitu untuk meningkatkan kecerdasan bangsa dan kesejahteraan rakyat, maka setiap penyelenggaraan SKN berdasarkan pada prinsip hak asasi manusia. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat 1 antara lain menggariskan bahwa setiap rakyat berhak atas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya tanpa membedakan suku, golongan, agama, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi. Setiap anak dan perempuan berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

2. Sinergisme dan Kemitraan yang Dinamis
Sistem Kesehatan Nasional akan berfungsi baik untuk mencapai tujuannya apabila terjadi Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS), baik antar pelaku, antar subsistem SKN, maupun dengan sistem serta subsistem lain di luar SKN. Dengan tatanan ini, maka sistem atau seluruh sektor terkait, seperti pembangunan prasarana, keuangan dan pendidikan perlu berperan bersama dengan sektor kesehatan untuk mencapai tujuan nasional.
Pembangunan kesehatan harus diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintah dan masyarakat, termasuk swasta dengan mendayagunakan potensi yang dimiliki masing-masing. Kemitraan tersebut diwujudkan dengan mengembangkan jejaring yang berhasil guna dan berdaya guna, agar diperoleh sinergisme yang lebih mantap dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

3. Komitmen dan Tata Pemerintahan yang Baik (Good Governance)
Agar SKN berfungsi baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan, dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang baik (good governance). Pembangunan kesehatan diselenggarakan secara demokratis, berkepastian hukum, terbuka (transparan), rasional, profesional, serta bertanggung-jawab dan bertanggung-gugat (akuntabel).

4. Dukungan Regulasi
Dalam menyelenggarakan SKN, diperlukan dukungan regulasi berupa adanya berbagai peraturan perundangan yang mendukung penyelenggaraan SKN dan penerapannya (law enforcement).

5. Antisipatif dan Pro Aktif
Setiap pelaku pembangunan kesehatan harus mampu melakukan antisipasi atas perubahan yang akan terjadi, yang di dasarkan pada pengalaman masa lalu atau pengalaman yang terjadi di negara lain. Dengan mengacu pada antisipasi tersebut, pelaku pembangunan kesehatan perlu lebih proaktif terhadap perubahan lingkungan strategis baik yang bersifat internal maupun eksternal.

6. Responsif Gender
Dalam penyelenggaraan SKN, setiap penyusunan rencana kebijakan dan program serta dalam pelaksanaan program kesehatan harus menerapkan kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender dalam pembangunan kesehatan adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan kesehatan serta kesamaan dalam memperoleh manfaat pembangunan kesehatan. Keadilan gender adalah suatu proses untuk menjadi adil terhadap laki-laki dan perempuan dalam pembangunan kesehatan.

7. Kearifan Lokal
Penyelenggaraan SKN di daerah harus memperhatikan dan menggunakan potensi daerah yang secara positif dapat meningkatkan hasil guna dan daya guna pembangunan kesehatan, yang dapat diukur secara kuantitatif dari meningkatnya peran serta masyarakat dan secara kualitatif dari meningkatnya kualitas hidup jasmani dan rohani. Dengan demikian kebijakan pembangunan daerah di bidang kesehatan harus sejalan dengan SKN, walaupun dalam prakteknya, dapat disesuaikan dengan potensi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat di daerah terutama dalam penyediaan pelayanan kesehatan dasar bagi rakyat. 

                   2.4.4 Landasan Sistem Kesehatan Nasional

a.    Landasan idiil yaitu Pancasila.
b.    Landasan konstitusional, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
·         Pasal 28A ”Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”,
·         Pasal 28B ayat (2) ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”,
·         Pasal 28C ayat (1) ”Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”,
·         Pasal 28H ayat (1) ”Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”,
·         Pasal 28H ayat (3) ”Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”,
·         Pasal 34 ayat (2) ”Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan”,
·         Pasal 34 ayat (3) ”Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
c.    Landasan Operasional meliputi Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan SKN dan pembangunan kesehatan.

2.5    Dasar Hukum Sistem Kesehatan Nasional

                    Sistem Kesehatan Nasional terus menerus mengalami perubahan sesuai dengan dinamika yang terjadi di masyarakat. Seperti yang telah kami jelaskan pada latar belakang di atas bahwa SKN ditetapkan pertama kali pada tahun 1982. Lalu pada tahun 2004 terdapat SKN 2004 sebagai pengganti SKN 1982. SKN 2004 ini kemudian diganti dengan SKN 2009 hingga akhirnya SKN 2009 ini dimutakhirkan menjadi SKN 2012. Penyusunan SKN tersebut mengacu pada dasar-dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain:
1.            SKN 1982
Dasar hukum SKN Tahun 1982 adalah KEPMENKES Nomor 99a/MENKES/SK/III/1982 tentang Berlakunya SKN.
2.            SKN 2004
Dasar hukum SKN Tahun 2004 adalah KEPMENKES Nomor 131/MENKES/SK/II/2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional
3.            SKN 2009
Dasar hukum SKN Tahun 2009 adalah KEPMENKES RI Nomor 374/MENKES/SK/V/2009, serta UU 36 tahun 2009 Pasal 167 (4) tentang Kesehatan
4.            SKN 2012
Dasar hukum SKN Tahun 2012 adalah PERPRES Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional
5.            Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP-N) 2005-2025
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 merupakan arah pembangunan kesehatan yang berkesinambungan.
6.            Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan ( RPJP-K) 2005-2025
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 dan SKN merupakan dokumen kebijakan pembangunan kesehatan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan. 

2.6    Objek Kajian Sistem Kesehatan Nasional

          2.6.1 Subsistem

Pendekatan manajemen kesehatan dewasa ini dan kecenderungannya dimasa depan adalah kombinasi dari pendekatan: 1) Sistem, 2) Kontigensi, dan 3) Sinergi yang dinamis. Mengacu pada substansi perkembangan penyelenggaraan pembangunan kesehatan dewasa ini serta pendekatan manajemen kesehatan tersebut diatas maka subsistem SKN meliputi:

1. Subsistem Upaya Kesehatan
Untuk dapat mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya perlu diselenggarakan berbagai upaya kesehatan dengan menghimpun seluruh potensi bangsa Indonesia. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pencegahan, peningkatan, pengobatan dan pemulihan.

2. Subsistem Pembiayaan Kesehatan
Pembiayaan kesehatan bersumber dari berbagai sumber yakni pemerintah, pemerintah daerah, swasta, organisasi masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu, pembiayaan kesehatan yang adekuat, terintegrasi, stabil dan berkesinambungan memegang peran yang amat vital untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dalam rangka mencapai berbagai tujuan dari pembangunan kesehatan. Diantaranya adalah pemerataan pelayanan kesehatan dan akses terhadap pelayanan yang berkualitas.    
Pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat merupakanpublic good yang menjadi tanggung jawab pemerintah, sedangkan untuk pelayanan kesehatan perorangan pembiayaannya bersifatprivate, kecuali pembiayaan untuk orang miskin dan tidak mampu menjadi tanggung jawab pemerintah. Pembiayaan pelayanan kesehatan perorangan diselenggarakan melalui jaminan kesehatan dengan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang pada waktunya diharapkan akan tercapai universal coverage sesuai dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

3. Subsistem Sumber Daya Manusia Kesehatan
Sebagai pelaksana upaya kesehatan, diperlukan sumberdaya manusia kesehatan yang mencukupi dalam jumlah, jenis dan kualitasnya, serta terdistribusi secara adil dan merata, sesuai tuntutan kebutuhan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu, SKN juga memberikan fokus penting pada pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan, guna menjamin ketersediaan dan pendistribusian SDM Kesehatan. Pengembangan dan pemberdayaan SDM Kesehatan meliputi: 1) perencanaan kebutuhan sumber daya manusia yang diperlukan, 2) pengadaan yang meliputi pendidikan tenaga kesehatan dan pelatihan SDM Kesehatan, 3) pendayagunaan SDM Kesehatan , dan 4) pembinaan serta pengawasan SDM Kesehatan.

4. Subsistem Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Makanan Minuman
Subsistem kesehatan ini meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/ kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan minuman yang beredar; ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat; penggunaan obat yang rasional; serta upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri.

5. Subsistem Manajemen dan Informasi Kesehatan
Subsistem ini meliputi: kebijakan kesehatan, administrasi kesehatan, hukum kesehatan dan informasi kesehatan. Untuk menggerakkan pembangunan kesehatan secara berhasilguna dan berdayaguna, diperlukan manajemen kesehatan. Peranan manajemen kesehatan adalah koordinasi, integrasi, sinkronisasi serta penyerasian berbagai subsistem SKN.
Dalam kaitan ini peranan informasi kesehatan sangat penting. Dari segi pengadaan data dan informasi dapat dikelompokkan kegiatannya sebagai berikut: 1) Pengumpulan, validasi, analisa dan desiminasi data dan informasi, 2) Manajemen sistem informasi, 3) Dukungan kegiatan dan sumber daya untuk unit-unit yang memerlukan, dan 4) Pengembangan untuk peningkatan mutu sistem informasi kesehatan.

6. Subsistem Pemberdayaan Masyarakat
SKN akan berfungsi optimal apabila ditunjang oleh pemberdayaan masyarakat. Masyarakat termasuk swasta bukan semata-mata sebagai sasaran pembangunan kesehatan, melainkan juga sebagai subjek atau penyelenggara dan pelaku pembangunan kesehatan. Oleh karenanya pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat termasuk swasta dapat mampu dan mau berperan sebagai pelaku pembangunan kesehatan. Dalam pemberdayaan masyarakat meliputi pula upaya peningkatan lingkungan sehat dari masyarakat sendiri. Pemberdayaan masyarakat dan upaya kesehatan pada hakekatnya merupakan fokus dari pembangunan kesehatan.

          2.6.2 Penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional

Penyelenggaraan SKN dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut:
1. Penetapan SKN
Untuk memperoleh kepastian hukum yang mengikat semua pihak, SKN perlu ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sosialisasi dan Advokasi SKN
SKN perlu disosialisasikan dan diadvokasikan ke seluruh pelaku pembangunan kesehatan dan seluruh pemangku kepentingan kesehatan untuk memperoleh komitmen dan dukungan dari semua pihak.
Sasaran sosialisasi dan advokasi SKN adalah semua penentu kebijakan, baik di pusat maupun daerah, baik di sektor publik maupun di sektor swasta.

3. Fasilitasi Pengembangan Kebijakan Kesehatan di Daerah
Dalam pembangunan kesehatan di Daerah perlu dikembangkan kebijakan kesehatan, seperti: Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJP-D), (RPJM-D), Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD), yang penyelenggaraannya disesuaikan dengan kondisi, dinamika, dan masalah spesifik daerah dalam kerangka SKN. Pemerintah Pusat memfasilitasi pengembangan kebijakan kesehatan di daerah, memfasilitasi pengukuhannya dalam bentuk peraturan perundang-undangan daerah, serta memfasilitasi sosialisasi dan advokasi penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah sesuai kebutuhan.

                   2.6.3 Pelaku Penyelenggara Sistem Kesehatan Nasional

                                      Pelaku penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah:
1. Individu, keluarga, dan masyarakat yang meliputi tokoh masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, media massa, organisasi profesi, akademisi, praktisi, serta masyarakat luas termasuk swasta, yang berperan dalam advokasi, pengawasan sosial, dan penyelenggaraan berbagai pelayanan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan kemampuan masing-masing.
2. Pemerintah, baik Pemerintah maupun Pemerintah Daerah berperan sebagai penanggungjawab, penggerak, pelaksana, dan pembina pembangunan kesehatan dalam lingkup wilayah kerja dan kewenangan masing-masing. Untuk Pemerintah, peranan tersebut ditambah dengan menetapkan kebijakan, standar, prosedur, dan kriteria yang digunakan sebagai acuan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah.
3. Badan Legislatif, baik di pusat maupun di daerah, yang berperan melakukan persetujuan anggaran dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pembangunan kesehatan, melalui penyusunan produk-produk hukum dan mekanisme kemitraan antara eksekutif dan legislatif.
4. Badan Yudikatif, termasuk kepolisian, kejaksaan dan kehakiman berperan menegakan pelaksanaan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku di bidang kesehatan.
5. Sektor swasta yang memiliki atau mengembangkan industri kesehatan seperti industri farmasi, alat-alat kesehatan, jamu, makanan sehat, asuransi kesehatan, dan industri pada umumnya. Industri pada umumnya berperan besar dalam memungut iuran dari para pekerja dan menambah iuran yang menjadi kewajibannya.
6. Lembaga pendidikan, baik pada tingkat sekolah dasar sampai tingkat perguruan tinggi, baik milik publik maupun swasta. Sebagian besar masalah kesehatan berhubungan dengan perilaku dan pemahaman. Pendidikan memegang kunci untuk menyadarkan masyarakat akan berbagai risiko kesehatan dan peran masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

2.6.4 Perkembangan Sistem Kesehatan Nasional

Pertama kali disusun pada tahun 1982 yangdisebut “Sistem Kesehatan Nasional 1982(disyahkan dengan KEPMENKES No.99a/Men.Kes/SK/III/1982). SKN adalah suatu tatanan yang mencerminkanupaya bangsa indonesia meningkatkan kemampuanmencapai derajat kesehatan optimal (SKN 1982)
Sesuai dengan tuntutan reformasidisempurnakan pada tahun 2004 disebut Sistem Kesehatan Nasional 2004)(disyahkan dengan KEPMENKES RI No.131/Men.Kes/SK/II/2004). SKN adalah suatu tatanan yang menghimpunberbagai upaya bangsa Indonesia secara terpadudan saling mendukung guna menjamin tercapainyaderajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umumseperti dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945(SKN, 2004)
Subsistem Upaya (Pelayanan) Kesehatan tahun 2004 diartikan sebagai tatanan yg menghimpun berbagaiupaya (pelayanan) kesehatan masyarakat(UKM) dan upaya (pelayanan) kesehatanperorangan (UKP) secara terpadu dansaling mendukung guna menjamintercapainya derajat kesehatan yg setinggi-tingginya (SKN, 2004)
            Sistem Kesehatan Nasional (SKN) 2009 sebagai  penyempurnaan dari SKN sebelumnya merupakan bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah bersama seluruh elemen bangsa dalam rangka untuk meningkatkan tercapainya pembangunan kesehatan dalam mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Sistim Kesehatan Nasional (SKN) 2009 yang disempurnakan ini diharapkan mampu menjawab dan merespon berbagai tantangan pembangunan kesehatan di masa kini maupun di masa yang akan datang. Adanya SKN yang disempurnakan tersebut menjadi sangat penting kedudukannya mengingat penyelenggaraan pembangunan kesehatan pada saat ini semakin kompleks sejalan dengan kompleksitas perkembangan demokrasi, desentralisasi, dan globalisasi serta tantangan lainnya yang juga semakin berat, cepat berubah dan, sering tidak menentu.



 BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

      Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah bentuk dan cara penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang memadukan berbagai upaya bangsa Indonesia dalam satu derap langkah guna menjamin tercapainya tujuan pembangunan kesehatan dalam kerangka mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945.
Tujuan SKN adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan oleh semua komponen bangsa, baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat termasuk badan hukum, badan usaha, dan lembaga swasta secara sinergis, berhasil guna dan berdaya guna, sehingga terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Tersusunnya SKN ini mempertegas makna pembangunan kesehatan dalam rangka pemenuhan hak asasi manusia, memperjelas penyelenggaraan pembangunan kesehatan sesuai dengan visi dan misi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan Tahun 2005-2025 (RPJP-K), memantapkan kemitraan dan kepemimpinan yang transformatif, melaksanakan pemerataan upaya kesehatan yang terjangkau dan bermutu, meningkatkan investasi kesehatan untuk keberhasilan pembangunan nasional.

3.2 Saran

·         Perlu adanya peningkatan Koordinasi, Integrasi, Sinkronisasi, dan Sinergisme (KISS) baik antar pelaku maupun subsistem SKN agar tercapainya tujuan SKN itu sendiri.
·         Kerjasama antara pemerintah, masyarakat dan swasta perlu ditingkatkan agar derajat kesehatan masyarakat semakin tinggi.



DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Indrajit, 2001, Analisis dan Perancangan Sistem Berorientasi Object. Bandung, Informatika.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012

Rancangan Final Sistem Kesehatan Nasional Departemen Kesehatan RI Jakarta, 2009.